Strategi Manjur Menghadapi Penurunan Harga Saham!
Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami koreksi tajam pada perdagangan Jum’at
(28/2/2025), anjlok sebesar 3,31% ke level 6.270,59. Koreksi ini menjadi
perhatian utama para pelaku pasar, terutama karena melibatkan banyak saham
unggulan yang masuk dalam kategori blue chip. Sebanyak 555 saham ditutup di
zona merah, hanya 91 saham yang mampu bertahan di zona hijau, sementara 146
saham lainnya stagnan. Nilai transaksi perdagangan saham mencapai Rp 20,66
triliun, menunjukkan volume perdagangan yang cukup besar di tengah tekanan jual
yang masif.
Indeks LQ45, yang berisi saham-saham berkapitalisasi besar dan likuid, turun lebih dalam dengan koreksi sebesar 3,80%. Beberapa saham yang mengalami penurunan signifikan diantaranya: INKP turun -15,70%, UNVR: -15,42%, SMGR: -10,04%, ACES: -7,86%, BBRI: -7,44%. Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG sepanjang pekan ini telah melemah sebesar 7,83%, turun dari level 6.803 pada pekan sebelumnya. Penurunan ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk aksi jual besar-besaran oleh investor asing.
Investor
kawakan Lo Kheng Hong, yang dikenal sebagai Warren Buffett-nya Indonesia,
menyoroti situasi ini sebagai momen langka di pasar saham. Ia menyebut bahwa
banyak saham dari perusahaan-perusahaan luar biasa atau wonderful company mengalami koreksi signifikan, bahkan beberapa di
antaranya turun hingga 30-35%.
Lo
Kheng Hong melihat harga saham yang turun sebagai kesempatan untuk membeli
perusahaan yang bagus dengan harga diskon. Ia juga mengingatkan bahwa fluktuasi
dalam pasar saham adalah hal yang wajar, dan seorang investor harus mampu
melihat peluang di balik penurunan tersebut.
Penurunan
IHSG juga dipengaruhi oleh aksi jual investor asing yang terus menerus terjadi
dalam beberapa pekan terakhir. Data menunjukkan bahwa banyak dana asing keluar
dari pasar saham Indonesia, yang menambah tekanan pada harga saham-saham
unggulan. Namun, bagi investor berpengalaman seperti Lo Kheng Hong, hal ini
justru diibaratkan sebagai hujan emas di Bursa Efek Indonesia. Kalau kita
menunggu hujan mereda, maka secara otomatis kita tidak akan mendapatkan emas
lagi. Tapi, perlu diingatkan untuk tetap menerapkan kehati-hatian ketika
memilih saham yang akan diinvestasikan. Baca Juga: Saham-Saham di IHSG Pada Anjlok, Ini Dia Penyebabnya!
Penurunan
harga saham ini bukan pertama kali terjadi. Beberapa kali harga saham dibanting
oleh pasar. Tahun 2008 terjadi krisis global yang menyebabkan pukulan pada
pasar saham hingga anjlok sedalam 60%, tapi waktu membuktikan, tepatnya tahun
2009 IHSG mampu bangkit hingga tahun 2013. Pada pertengahan 2013 kembali
terjadi kerontokan harga saham, dimana The Fed melakukan tapering off, dan diakhir tahun 2015 ketika The Fed menaikkan suku
bunga, IHSG berhasil menunjukkan perbaikan. Di tahun 2020, Anda tentu ingat
bagaimana pasar saham Indonesia mengalami penurunan tajam akhibat pandemi
Covid-19. Tapi ditahun-tahun berikutnya, IHSG bisa kembali pulih.
Dari
data-data di atas dapat kita simpulkan bahwa meskipun IHSG mengalami penurunan
cukup tajam, hal ini tidak membuat investasi di pasar saham sesuatu yang suram.
Justru, bagi investor yang cermat, ini adalah kondisi yang bisa dijadikan
kesempatan emas untuk terus melakukan koleksi saham-saham berfundamental bagus
diharga yang murah.
Untuk
menghadapi situasi seperti saat ini, ada beberapa strategi yang bisa kita
terapkan sebagai investor:
Pertama adalah fokus pada fundamental perusahaan. Saham-saham dengan fundamental yang kuat memiliki peluang besar untuk bangkit setelah koreksi pasar. Selanjutnya penurunan harga saham bisa menjadi peluang bagi investor yang memiliki strategi investasi jangka panjang. Ketika harga saham mengalami diskon besar-besaran, ini bisa menjadi saat yang tepat untuk melakukan akumulasi saham. Dan yang tidak kalah penting adalah menghindari kepanikan. Reaksi emosional sering kali membuat investor melakukan keputusan yang tidak rasional. Memiliki strategi yang jelas sangat penting dalam kondisi seperti ini. Baca Juga: Kriteria Saham Yang Layak Dikoleksi Untuk Investasi Jangka Panjang