Sembilan Emiten Ini Bakal Gelar Buyback, Mana yang Menarik?
Sejumlah
emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) telah mengumumkan rencana buyback saham
dalam waktu dekat. Buyback atau pembelian kembali saham oleh perusahaan
merupakan strategi korporasi yang bertujuan untuk meningkatkan nilai pemegang
saham, menjaga stabilitas harga saham, serta memberikan fleksibilitas dalam
pengelolaan modal.
Berikut adalah sembilan emiten yang akan menggelar buyback saham dan pertimbangan apakah langkah tersebut menarik bagi investor:
1. PT Matahari Department Store Tbk
(LPPF)
Matahari
Department Store berencana melakukan buyback saham dengan anggaran maksimal
sebesar Rp150 miliar, termasuk biaya transaksi dan biaya lainnya yang terkait
dengan pembelian kembali saham tersebut.
Buyback
ini akan dilakukan sebanyak-banyaknya 10% dari modal yang telah disetor dan
ditempatkan oleh perseroan, khususnya pada saham seri C. Langkah ini merupakan
upaya LPPF untuk meningkatkan nilai bagi para pemegang saham serta memberikan
fleksibilitas lebih besar dalam pengelolaan modal secara optimal. Di tengah
persaingan ketat di industri ritel, kebijakan ini diharapkan dapat menstabilkan
harga saham LPPF dan menarik minat investor.
2. PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk
(JPFA)
Japfa
Comfeed Indonesia mengalokasikan dana sebesar Rp470 miliar untuk buyback saham,
setara dengan 2 persen dari total saham yang
tercatat di Bursa Efek. Rencana ini diharapkan meningkatkan Return on Equity
(RoE) bagi pemegang saham dan memberikan
fleksibilitas lebih besar dalam pengelolaan modal.
Sebagai
perusahaan di sektor agribisnis, langkah buyback JPFA menarik karena prospek
industri pangan tetap kuat di tengah pertumbuhan konsumsi domestik. Jika harga
saham JPFA undervalued, buyback dapat menjadi sinyal positif bagi investor. Baca Juga: 6 Tipe Saham dan Contohnya di Bursa Saham Indonesia (IHSG) Menurut Peter Lynch
3. PT Avia Avian Tbk (AVIA)
Avia
Avian, produsen cat ternama, akan melakukan buyback dengan dana hingga Rp1
triliun, atau setara dengan 2,3 persen dari total saham yang beredar. Langkah
ini bertujuan menjaga stabilitas harga saham dan meningkatkan kepercayaan
investor.
Buyback
ini menarik karena industri cat masih memiliki pertumbuhan yang cukup baik
seiring dengan peningkatan sektor properti dan infrastruktur di Indonesia.
Namun, investor perlu mencermati dampak kebijakan moneter dan daya beli masyarakat
terhadap pertumbuhan AVIA ke depan.
4. PT Nusantara Sejahtera Raya Tbk
(CNMA)
Pengelola
bioskop Cinema XXI ini akan melakukan buyback maksimal Rp300 miliar, dengan
jumlah treasury stock yang tidak melebihi 2,48 persen dari modal yang
ditempatkan.
Buyback
dilakukan karena harga saham CNMA dianggap belum mencerminkan nilai
fundamentalnya. Namun, industri hiburan, khususnya bioskop, masih menghadapi
tantangan dari perubahan pola konsumsi masyarakat yang lebih memilih layanan
streaming. Oleh karena itu, efektivitas buyback ini dalam meningkatkan harga
saham jangka panjang perlu dipertimbangkan.
5. PT Bank Negara Indonesia (Persero)
Tbk (BBNI)
Bank
BNI mengalokasikan Rp1,5 triliun untuk buyback saham, menggunakan arus kas
bebas dari saldo laba yang belum ditentukan penggunaannya. Buyback ini
bertujuan mengurangi tekanan jual di pasar serta memberikan sinyal bahwa harga
saham BBNI undervalued dibandingkan dengan fundamental perusahaan.
Sebagai
salah satu bank terbesar di Indonesia, buyback BBNI menarik karena sektor
perbankan masih memiliki prospek pertumbuhan jangka panjang yang baik. Buyback
dapat menjadi katalis positif bagi pergerakan harga saham BBNI.
6. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
(BMRI)
Bank
Mandiri akan menggelontorkan dana hingga Rp1,17 triliun untuk buyback saham,
dengan sumber pendanaan berasal dari optimalisasi kas perseroan. Langkah ini
bertujuan memperkuat keyakinan terhadap nilai jangka panjang BMRI serta menjaga
kepercayaan pemangku kepentingan.
Dengan
fundamental yang kuat dan kinerja yang terus meningkat, buyback BMRI bisa
menjadi sinyal positif bagi investor. Namun, investor perlu memperhatikan
dinamika sektor keuangan dan kebijakan suku bunga yang dapat mempengaruhi
profitabilitas bank.
7. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero)
Tbk (BBRI)
Bank
BRI akan melaksanakan buyback dengan total dana maksimal Rp3 triliun. Buyback
ini sepenuhnya didanai oleh kas internal dan dapat dilakukan melalui Bursa Efek
maupun di luar Bursa Efek.
Sebagai
bank dengan jaringan terbesar di Indonesia, buyback BBRI menarik bagi investor
jangka panjang. Dengan fundamental yang solid dan fokus pada sektor UMKM,
buyback ini dapat menjadi strategi efektif dalam menjaga nilai saham di tengah
volatilitas pasar.
8. PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP)
Bank
OCBC NISP mengumumkan buyback senilai Rp800 juta, dengan tujuan utama sebagai
pemberian remunerasi variabel bagi manajemen dan karyawan.
Dibandingkan
dengan buyback yang bertujuan meningkatkan nilai pemegang saham, buyback ini
lebih bersifat internal dan kemungkinan tidak memberikan dampak signifikan
terhadap pergerakan harga saham NISP di pasar.
9. PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG)
Energi
Mega Persada berencana buyback saham senilai USD12 juta atau sekitar Rp192,22
miliar. Namun, perseroan menunda Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB)
yang sedianya digelar pada 24 Januari 2025 untuk membahas buyback ini.
Buyback
ENRG perlu dicermati karena sektor energi sangat dipengaruhi oleh harga
komoditas global. Jika harga minyak dan gas mengalami tekanan, buyback mungkin
tidak cukup untuk menopang harga saham dalam jangka panjang.
Dari sembilan emiten di atas,
beberapa buyback yang paling menarik untuk diperhatikan adalah:
BBRI
dan BMRI – Dengan fundamental yang kuat dan prospek perbankan yang masih
positif, buyback dari kedua bank ini bisa menjadi katalis positif bagi harga
saham.
JPFA
dan AVIA – Sektor agribisnis dan bahan bangunan tetap memiliki prospek
pertumbuhan yang baik, sehingga buyback dapat menjadi sinyal positif.
LPPF
dan CNMA – Meski industri ritel dan hiburan menghadapi tantangan, buyback dapat
membantu menstabilkan harga saham di tengah ketidakpastian ekonomi.
Investor perlu mempertimbangkan berbagai faktor seperti kondisi industri, kinerja perusahaan, dan sentimen pasar sebelum mengambil keputusan investasi. Buyback bisa menjadi sinyal positif, tetapi tidak selalu menjamin kenaikan harga saham dalam jangka pendek. Oleh karena itu, analisis lebih lanjut terhadap valuasi dan prospek jangka panjang setiap emiten sangat disarankan. Baca Juga: Kriteria Saham Yang Layak Dikoleksi Untuk Investasi Jangka Panjang