Inilah Rasio Keuangan Penting Di Laporan Keuangan (PER, PBV, ROE, dan EPS)
Dalam berinvestasi di saham, ada beberapa rasio keuangan yang mungkin tidak kita pahami, padahal rasio-rasio ini dapat memberikan gambaran yang jelas tentang valuasi perusahaan, profitabilitas, serta potensi pengembalian investasi. Berikut ini kita akan membahas empat rasio keuangan yang sering digunakan untuk mengevaluasi kinerja keuangan perusahaan, diantaranya adalah: Price to Earnings Ratio (PER), Price to Book Value (PBV), Return on Equity (ROE), dan Earnings per Share (EPS):
1. Price
to Earnings Ratio (PER):
Price to Earnings Ratio
adalah salah satu rasio yang sering digunakan investor untuk menilai apakah
harga saham suatu perusahaan undervalue atau tidak dibandingkan dengan laba
yang dihasilkan.
Bagaimana menghitung PER?
PER dihitung dengan membagi harga saham perusahaan dengan laba bersih per
sahamnya, untuk lebih jelasnya dapat dilihat di bawah ini:
PER
= Harga saham: Earning pershare (EPS)
Lalu, bagaimana kita tahu
harga sebuah saham undervalued atau overvalued? Sebenarnya, tidak ada angka
mutlak untuk PER yang menunjukkan undervalued atau overvalued karena PER bisa
bervariasi tergantung industri, kondisi ekonomi, dan performa perusahaan.
Tapi secara umum saham undervalued biasanya, saham dengan
PER di bawah 15, terutama bila dibandingkan dengan rata-rata industri. Sedangkan
saham dikatakan overvalued, umumnya dengan PER di atas 25, terutama jika pertumbuhan
pendapatan perusahaan tidak sesuai dengan kenaikan PER yang tinggi.
Biasanya hal ini dikarenakan pasar menghargai saham terlalu tinggi dibandingkan
dengan kinerja fundamentalnya.
Adapun kekurangan PER
adalah tidak mempertimbangkan struktur keuangan perusahaan (seperti: utang) dan
tidak memberikan gambaran tentang kualitas laba perusahaan. Adapun kelebihan dari
rasio PER ini adalah sering dijadikan indikator untuk membandingkan perusahaan
dalam industri yang sama dan tetap bermanfaat dalam memberikan insight cepat
tentang valuasi saham.
2. Price
to Book Value (PBV):
Price to Book Value
mengukur nilai pasar suatu perusahaan dibandingkan dengan nilai bukunya. Nilai
buku merupakan nilai bersih aset perusahaan setelah dikurangi dengan
kewajibannya. Rasio ini memperlihatkan apakah saham diperdagangkan diharga atas
atau di bawah nilai bukunya.
Adapun rumus PBV adalah harga saham/nilai buku
persaham.
Nilai buku per saham
dihitung dengan membagi ekuitas perusahaan dengan jumlah saham yang beredar.
Interpretasi PBV:
Jika
PBV > 1 menandakan bahwa saham diperdagangkan di atas nilai bukunya. Sebaliknya
jika PBV < 1 maka menandakan bahwa saham diperdagangkan di bawah nilai
bukunya yang menunjukkan bahwa saham undervalued atau bisa jadi sinyal
perusahaan sedang mengalami masalah fundamental.
Adapun kekurangan dari
rasio PBV ini adalah tidak memperhitungkan aset tidak berwujud seperti merek
dagang, hak cipta, dan goodwill, kurang relevan untuk sektor tertentu, rentan
terhadap fluktuasi nilai aset, tidak mencerminkan potensi pertumbuhan, dan
kurang memperhitungkan profitabilitas. Baca Juga: Strategi Manajemen Risiko dalam Investasi Saham! Meminimalkan Kerugian dan Memaksimalkan Keuntungan!
3. Return
on Equity (ROE):
Memasuki poin ketiga
yaitu ROE. ROE atau Return on Equity merupakan rasio profitabilitas yang
mengukur seberapa efisien perusahaan menghasilkan laba dari ekuitas pemegang
saham. Bagaimana menentukan ROE? Berikut rumus dalam menentukan ROE:
ROE = Laba bersih:
Ekuitas pemegang saham x 100%
Jika
ROE < 10% biasanya dianggap rendah atau kurang efisien dalam menghasilkan
laba, ROE 10-15% dianggap rata-rata dan cukup baik dalam menghasilkan laba.
Perusahaan dengan ROE ini umumnya efisien, tetapi ada ruang untuk peningkatan.
ROE 15-20% dapat dianggap sangat baik dan menunjukkan bahwa perusahaan efektif
dalam mengelola ekuitas untuk menghasilkan laba. Dan ROE > 20% umumnya perusahaan
memiliki efesiensi dan berpotensi menarik bagi investor.
Adapun kelemahan dalam
rasio ROE ini adalah perusahaan yang memiliki utang yang besar dapat
meningkatkan laba bersih secara artifisial dan menghasilkan ROE yang lebih
tinggi dari yang seharusnya. Untuk itu, dalam menganalisis ROE, penting juga
melihat rasio utang perusahaan.
4. Earnings
per Share (EPS):
Terakhir, Earnings per
Share adalah rasio yang menunjukkan laba bersih yang diperoleh untuk setiap
lembar saham yang beredar. EPS seringkali digunakan sebagai indikator kinerja
perusahaan yang relevan bagi pemegang saham.
Adapun rumus EPS= Laba
bersih:jumlah saham beredar.
EPS tidak memiliki
standar angka baku yang berlaku untuk semua perusahaan, karena EPS sangat
dipengaruhi oleh ukuran perusahaan, sektor industri, dan struktur modal.
EPS yang tinggi
menandakan perusahaan berhasil menghasilkan laba yang besar, yang merupakan
penanda positif bagi investor, sedangkan EPS rendah atau negatif menandakan
laba yang rendah atau mengalami kerugian, yang bisa menjadi sinyal bagi
investor untuk berhati-hati.
Adapun kekurangan rasio EPS ini
adalah tidak dapat mencerminkan potensi pertumbuhan perusahaan atau bagaimana
perusahaan menghasilkan laba tersebut.
Dalam memilih sebuah saham, biasanya investor tidak hanya mengandalkan satu rasio, tetapi menggabungkan beberapa rasio keuangan untuk mendapatkan gambaran yang lebih menyeluruh, misalnya saja menggabungkan PER dan PBV dalam menilai valuasi perusahaan. Mengevaluasi ROE bersama EPS, ROE yang tinggi dan EPS yang positif mengindikasikan perusahaan efesien dalam menghasilkan laba. Begitupun sebaliknya, jika ROE tinggi tetapi EPS rendah, bisa menjadi pertanda adanya ketidakseimbangan atau potensi masalah dalam pertumbuhan laba. Baca Juga: Perbandingan dan Kapan Menggunakan Analisis Fundamental Maupun Analisis Teknikal